oleh: Rizkita Lubiz, foto: Mochammad Nur Ridho
Dunia fesyen Tanah Air yang kian berkembang, turut memunculkan para desainer muda berbakat, khususnya desainer yang concern pada busana muslimah. Sebagian dari mereka, beranggapan bahwa berbusana muslimah pun tetap bisa tampil fashionable tanpa meninggalkan nilai-nilai agamis yang terkandung di dalamnya. Dian Pelangi Fun and Colorful
Usianya masih sangat muda. Namun karya-karya dari wanita bernama asli Dian Wahyu Utami atau yang lebih dikenal dengan nama Dian Pelangi ini, sudah ‘akrab’ di mata pencinta fesyen busana muslim bahkan hingga ke mancanegara.
Dian Pelangi, adalah desainer termuda yang bernaung dalam Asosiasi Perancang Muda Indonesia (APPMI). Wanita yang lahir di Palembang pada 14 Januari 1991 ini, tidak hanya berprofesi sebagai seorang perancang saja namun juga sebagai marketing & promotion perusahaan yang didirikan oleh kedua orang tuanya.
Satu hal yang membuat karya Dian sangat tersohor adalah pemilihan warna yang yang beragam layaknya sebuah pelangi, teknik tie-dye (ikat celup) dan originalitas produksi handmade seperti pembuatan benang hingga akhirnya diaplikasikan menjadi sebuah busana yang indah.
“Dari bahan dibuat menjadi kain batik, jumputan, tenun dan songket. Selain untuk melestarikan kekayaan Indonesia, semua ini kita lakukan untuk menciptakan lapangan pekerjaan sehingga banyak sekali keluarga yang bertopang pada usaha ini,” jelas Dian.
Karena produksi handmade itulah yang membuat rancangan Dian tidak ada tiruannya dan terkesan exclusive. Apabila ada customer yang menginginkan sesuai contoh, Dian bisa mengerjakannya walaupun tidak akan sama persis. Seandainya sama, akan perbedaan warna setingkat atau lebih.
Tak heran jika gaya berbusananya yang selalu fashionable, namun tidak meninggalkan nila-nilai agama itu, menjadi sebuah trend baru di kalangan wanita-wanita muda yang berbusana muslimah.
“Mungkin karena rancangan saya lebih fun, anak muda, dan colorful. Semua bahan dan pengerjaannya dibuat di Indonesia. Menurut saya, itu yang membuat beda sehingga orang tertarik pada label kami,” jelas Dian yang juga pendiri Hijabers Community.
Pada pagelaran Jakarta Fashion Week 2013 beberapa waktu lalu, Dian tak kehabisan ide uniknya. Ia kembali hadir dengan membawakan tema “The Safari Troops” yang terinspirasi dari benua Afrika. “Saya menghadirkan busana dengan motif yang saya buat sendiri. Songket juga saya yang membuat,” ujarnya seusai acara.
Misalnya saja potongan blouse, celana, jaket, maxi dress, hingga gamis yang colorfull dengan teknik tie-dye-nya (ikat celup) dipadukan dengan batik, tenun maupun songket. Tak lupa permainan tumpuk aksesoris seperti kalung hingga turban penutup kepala yang menambah aksen Afrika semakin kuat. Walaupun terkesan ‘ramai’ namun tidak mengurangi pandangan mata yang mengarah pada rancangan wanita 21 tahun tersebut. Bahkan Dian menerima banyak pujian serta karangan bunga.

Usianya masih sangat muda. Namun karya-karya dari wanita bernama asli Dian Wahyu Utami atau yang lebih dikenal dengan nama Dian Pelangi ini, sudah ‘akrab’ di mata pencinta fesyen busana muslim bahkan hingga ke mancanegara.
Dian Pelangi, adalah desainer termuda yang bernaung dalam Asosiasi Perancang Muda Indonesia (APPMI). Wanita yang lahir di Palembang pada 14 Januari 1991 ini, tidak hanya berprofesi sebagai seorang perancang saja namun juga sebagai marketing & promotion perusahaan yang didirikan oleh kedua orang tuanya.
Satu hal yang membuat karya Dian sangat tersohor adalah pemilihan warna yang yang beragam layaknya sebuah pelangi, teknik tie-dye (ikat celup) dan originalitas produksi handmade seperti pembuatan benang hingga akhirnya diaplikasikan menjadi sebuah busana yang indah.
“Dari bahan dibuat menjadi kain batik, jumputan, tenun dan songket. Selain untuk melestarikan kekayaan Indonesia, semua ini kita lakukan untuk menciptakan lapangan pekerjaan sehingga banyak sekali keluarga yang bertopang pada usaha ini,” jelas Dian.
Karena produksi handmade itulah yang membuat rancangan Dian tidak ada tiruannya dan terkesan exclusive. Apabila ada customer yang menginginkan sesuai contoh, Dian bisa mengerjakannya walaupun tidak akan sama persis. Seandainya sama, akan perbedaan warna setingkat atau lebih.
Tak heran jika gaya berbusananya yang selalu fashionable, namun tidak meninggalkan nila-nilai agama itu, menjadi sebuah trend baru di kalangan wanita-wanita muda yang berbusana muslimah.
“Mungkin karena rancangan saya lebih fun, anak muda, dan colorful. Semua bahan dan pengerjaannya dibuat di Indonesia. Menurut saya, itu yang membuat beda sehingga orang tertarik pada label kami,” jelas Dian yang juga pendiri Hijabers Community.
Pada pagelaran Jakarta Fashion Week 2013 beberapa waktu lalu, Dian tak kehabisan ide uniknya. Ia kembali hadir dengan membawakan tema “The Safari Troops” yang terinspirasi dari benua Afrika. “Saya menghadirkan busana dengan motif yang saya buat sendiri. Songket juga saya yang membuat,” ujarnya seusai acara.
Misalnya saja potongan blouse, celana, jaket, maxi dress, hingga gamis yang colorfull dengan teknik tie-dye-nya (ikat celup) dipadukan dengan batik, tenun maupun songket. Tak lupa permainan tumpuk aksesoris seperti kalung hingga turban penutup kepala yang menambah aksen Afrika semakin kuat. Walaupun terkesan ‘ramai’ namun tidak mengurangi pandangan mata yang mengarah pada rancangan wanita 21 tahun tersebut. Bahkan Dian menerima banyak pujian serta karangan bunga.
Komentar
Posting Komentar